HUBUNGAN
PENGETAHUAN GIZI IBU, GEJALA PENYAKIT INFEKSI dan TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI terhadap PERTUMBUHAN
ANAK BADUTA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NOEMUTI
Landalinus
Nahak, Lewi Jutomo and Erlina Rosita
Salmun
Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Undana
A
|
BSTRAK, Penelitian bertujuan untuk mengetahui
hubungan pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan zat gizi dan gejala penyakit
infeksi dengan pertumbuhan anak baduta. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 68
anak baduta yang dipilih secara acak. Analisis data secara statistik dengan
menggunakan uji Koefisien
Korelasi Rangking Spearman dan Koefisien Contingensi. Hasil penelitian menunjukkan persentase anak
baduta yang pertumbuhan naik 48,5 % dan tidak naik pertumbuhan 51,5 %. Anak
baduta yang memiliki gejala penyakit
infeski 51,5 % dan tidak ada gejala penyakit infeksi 48,5 % dan anak baduta
dengan tingkat kecukupan kalori cukup
22,1 % dan kurang 77,9 %. Tingkat kecukupan protein 25 % dan kurang 75 %. Tingkat
pengetahuan gizi ibu baik kategori cukup
dan kurang sebesar 50 %. Hasil
uji statistik menunjukkan bahwa variabel kecukupan kalori, protein dan gejala
penyakit infeksi ada hubungan signifikan p<0,05 dengan pertumbuhan anak
baduta tetapi variabel pengetahuan gizi
ibu dengan pertumbuhan anak baduta tidak signifikan.
Kata Kunci : Pengetahuan Gizi Ibu, Penyakit Infeksi,
Tingkat Kecukupan Zat Gizi,
Pertumbuhan
.
PENDAHULUAN
Keadaan
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah
gizi di samping merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan
masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan
dan perilaku yang kurang mendukung pola
hidup sehat.
Suatu hal yang
meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan,
yaitu status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan,
setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu
menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal,
pemeliharaan dan energi serta ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu
sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan
gizi (Suhardjo, 2003). Penduduk akan
beruntung dengan bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan
informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usianya dan keadaan
fisiologisnya (Suhardjo, 2003)
Data hasil
laporan bulan Juni 2008 di Kabupaten Timor Tengah Utara, menunjukkan bahwa hasil cakupan Pemantauan Pertumbuhan (N/D)
anak Baduta sebesar
65,6 %, sedangkan hasil
Pemantauan Pertumbuhan masing-masing
puskesmas di Kabupaten Timor Tengah Utara adalah Puskesmas Eban 67,5 %, Puskesmas Oeolo 67,7 %,
Puskesmas Nunpene 66,8 %, Puskesmas Sasi 71,3 %, Puskesmas Noemuti 18,7 %,
Puskesmas Oemeu 70,7 %, Puskesmas Maubesi 68,8 %, Puskesmas Oelolok 57,5 %,
Puskesmas Wini 75,6 %, Puskesmas Manufui
65,2 %, Puskesmas Lurasik 60 %,
Puskesmas Kaubele 74,4 %,
Puskesmas Ponu 85,1 %, dan Puskesmas Bitefa 59,8 %. dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) belum mencapai 80 %. Hal ini
menunjukkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Utara masih mengalami gangguan
pertumbuhan pada balita bawah dua tahun.
Berdasarkan
data pemantauan pertumbuhan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Timor
Tengah Utara maka indikator pemantauan pertumbuhan masih di bawah target.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul : “Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, Gejala Penyakit Infeksi dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Terhadap Pertumbuhan Anak Baduta di Puskesmas Noemuti Kecamatan
Noemuti Kabupaten Timor Tengah Utara”.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan studi cross
sectional. Penelitian ini telah dilakukan di
Wilayah Puskesmas Noemuti Kecamatan
Noemuti Kabupaten Timor Tengah Utara.
Penelitian berlangsung selama 6 bulan, yaitu sejak bulan Januari hingga Juni
2009.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak bawah dua tahun dengan umur 12-23 bulan yang
ada di Wilayah kerja Puskesmas Noemuti Kecamatan Noemuti Kabupaten
Timor Tengah Utara. Sampel dalam
penelitian ini adalah
semua anak baduta
dengan umur 12-23 bulan dan mengikuti penimbangan di posyandu 2 bulan
terakhir secara berturut-turut di
Wilayah Kerja Puskesmas Noemuti
Kecamatan Noemuti sebesar 68 anak
baduta.
Data primer meliputi : tingkat pengetahuan gizi ibu, konsumsi anak baduta, gejala
penyakit infeksi anak baduta, dan pertumbuhan
anak baduta. Sedangkan data sekunder
yang diambil adalah gambaran umum
Puskesmas Noemuti Kecamatan Noemuti Kabupaten Timor Tengah Utara. Instrumen
yang dapat digunakan untuk pengumpulan
data, yaitu : Lembar kuisioner, Food
Recall konsumsi pangan 1 x 24 jam, Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Tabel
Daftar Angka Kecukupan Gizi (DAKG), Daftar Bahan Penukar , Timbangan Berat
Badan (dacin 25 Kg), dan KMS Balita.
Data hasil Food Recall konsumsi
pangan 1 x 24 jam dengan sistem URT dikonversikan kedalam satuan internasional
(gram). Kemudian diolah secara manual dengan menggunakan DKBM, Daftar Makanan
Penukar, dan Tabel AKG. Kemudian data
dianalisis dan diuji secara statistik dengan menggunakan uji Koefisien
Contingensi dengan skala data nominal dan uji statistik ”Koefisien Korelasi
Rangking Spearman (rs) dengan 95 %
Confidience Interval dengan skala data ordinal.
Dilanjutkan
dengan uji signifikansi rs dilakukan dengan statistik uji t. Kaidah pengujian Hipotesis Nol (Ho) ditolak
jika t > t ά/2 (k-2) atau probabilitas uji dua pihak (2-tailed Signifikansi)
< ά (0,05).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pendidikan Ibu
Pendidikan
adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan mulai dari usia anak sampai
dewasa. Sistem pendidikan dibedakan menjadi pendidikan formal dan non formal.
Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah menghilangkan
faktor-faktor perilaku dan social budaya yang merupakan hambatan bagi perbaikan
kesehatan, menimbulkan perilaku dan sosial budaya yang positif sehingga baik
individu maupun masyaraka dalam meningkatkan taraf kesehatannya
(Karo-Karo, dalam Haning, 2008)
Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian besar (>50%) ibu anak
baduta berpendidikan SD dan sebagian kecil berpendidikan Perguruan Tinggi.
Tingkat pendidikan ibu yang rendah dapat menyebabkan penyerapan informasi menjadi tidak maksimal. Toyo, (2008) menjelaskan tingkat pendidikan
suatu bangsa akan mempengaruhi perilaku masyarakat, makin tinggi tingkat
pendidikan masyarakat makin tinggi kesadaran kesehatannya. Makin tinggi tingkat
pendidikan ibu makin memberi dampak positif terhadap kesehatan.
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (77,9 %) anak baduta mengalami
kekurangan energi. Hal ini berarti bahwa
kekurangan energi akan dapat menyebabkan penurunan berat badan sehingga akan
menghambat pertumbuhan.
Almatsier (2002)
mengatakan bahwa manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup,
menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari
karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam bahan makanan. Kandungan
karbohidrat, lemak dan protein suatu makanan menentukan nilai energinya. Kekurangan
energi terjadi bila konsumsi energi
melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Bila kekurangan
energi pada bayi dan anak-anak akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga
akan menghambat pertumbuhan. Kekurangan energi berat pada bayi dan balita
disebut marasmus.
Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa sebagian besar anak baduta mengalami kekurangan protein sebanyak 75 %. Kesimpulan bahwa kekurangan protein akan
menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kekurangan protein banyak terdapat pada
masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat
menyebabkan kwashiorkor pada
anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara
bersamaan dengan kekurangan energi yang disebut Kurang Energi-Protein (KEP)
(Almatsier, 2002).
Gejala Penyakit infeksi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (51,5%) anak baduta
dengan gejala sakit. Suhardjo (2003)
mengatakan bahwa Infeksi
dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan
menelan dan mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan
tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian menghalangi zat gizi ke dalam darah. Bayi dan
anak-anak muda yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan karena pada periode
itu kebutuhan zat gizi dipergunakan untuk pertumbuhan cepat.
Infeksi dan gizi kurang terdapat interaksi bolak balik, infeksi dapat
menyebabkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Walaupun terjadi infeksi
ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen (Suhardjo, 2003).
Pengetahuan Gizi Ibu
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa distribusi pengetahuan
gizi ibu baik kategori cukup maupun
kurang tidak ada perbedaan. Pengetahuan ibu rumah tangga yang kurang akan
menimbulkan bermacam permasalahan yang timbul seperti salah pemilihan dan
jumlah makanan beragam, cara
memperlakukan bahan makanan dalam pengolahan terlalu berlebihan, sehingga
banyak zat gizi yang hilang serta cara memanfaatkan potensi alam kurang
(Khumaidi, dalam Bagul 2003).
Menurut Susanto, dalam
Septiani 2008 pengetahuan gizi ibu dapat diperoleh melalui pengalaman, media
masa, pengaruh kebudayaan atau pendidikan baik formal maupun in formal. Suhardjo,
(2003) pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, di samping pendidikan
yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial serta frekuensi kontak dengan
media masa juga dapat mempengaruhi pengetahuan gizi. Ahmadi, (2003) salah satu sebab gangguan
gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan menerapkan
informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.
Analisis Hubungan Tingkat
Pengetahuan Gizi Ibu dengan Pertumbuhan
Anak Baduta.
Hasil analisis
statistic diperoleh nilai r= -0,156 dan nilai p=0,203. Maka dapat disimpulkan
bahwa hubungan pengetahuan gizi ibu
dengan pertumbuhan anak baduta
menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola negatif artinya walaupun ibu
dengan pengetahuan gizi cukup tetapi
pertumbuhan tidak naik. Hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan
pertumbuhan anak baduta (p=0,203 > 0,05).
Kurangnya pengetahuan ibu dan salah satu presepsi tentang kebutuhan pangan
dan nilai pangan adalah umum di setiap negara. Kemiskinan dan kekurangan
ketersediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang
gizi. Sebab lain dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi untuk
menerapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.
Husaini, dalam Uzzer 1997 menyatakan bahwa informasi yang dimiliki
seorang ibu tentang kebutuhan akan zat gizi dapat menentukan jumlah dan jenis
pangan yang dikonsumsi, semakin tinggi pengetahuan seseorang akan cenderung
memilih makanan yang lebih murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi.
Analisis
Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Pertumbuhan Anak Baduta.
Pada hasil analisis
statistic diperoleh nilai r= 0,293 dan
nilai p=0,015. Maka dapat disimpulkan bahwa
hubungan tingkat kecukupan energi dengan pertumbuhan anak baduta menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola
positif artinya semakin cukup energi yang dikonsumsi maka
semakin naik pertumbuhan. Hasil uji statistik menunjukkan
ada hubungan yang signifikan
antara tingkat kecukupan zat gizi dengan pertumbuhan anak baduta
(p=0,015 < 0,05).
Depkes RI,
(2003) bahwa secara langsung masalah gizi dipengaruhi langsung oleh
tidak-cukupnya konsumsi energi, protein dan zat gizi lain serta adanya infeksi
penyakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sebanyak 12 dari 33 (36,4%) pertumbuhan naik dengan
kategori protein cukup. Sedangkan diantara yang pertumbuhan
tidak naik ada 5 dari 35 (14,3 %) dengan
kategori protein cukup. Pada hasil diatas
diperoleh nilai r= 0,302 dan nilai p=0,016. Kesimpulan dari hasil tersebut:
hubungan tingkat kecukupan protein dengan pertumbuhan anak baduta menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola
positif artinya semakin tinggi tingkat kecukupan zat gizi semakin naik
pertumbuhan. Hasil uji statistik didapat
ada hubungan yang signifikan antara
tingkat kecukupan protein dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,012 < 0,05).
Darwin dan Muhilal, (1992) bahwa
dalam kehidupan sehari-hari keluarga dihadapkan pada penentuan jenis menu untuk
keluarga. Disini dikaitkan antara kecukupan zat gizi yang perlu dicapai,
susunan bahan makanan, dan komposisi kandungan zat gizi setiap bahan makanan
tersebut. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimat diperlukan sejumlah zat
gizi yang harus didapatkan dari makanan
dalam jumlah yang sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya.
Satoto, (1990) dalam penelitian
tentang pertumbuhan dan perkembangan anak di Jawa Tengah mengemukakan bahwa lingkungan asuhan anak, konsumsi anak
terutama energi dan protein serta zat besi dan keadaan gizi dan kesehatan ibu
merupakan determinan kuat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Achmad (1999) pertumbuhan berat badan pada kelompok balita
merupakan parameter yang paling sesuai karena cukup sensitif, erat hubungannya
dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang
paling sering menimbulkan problem kesehatan gizi pada skala nasional. Hambatan
kemajuan pertumbuhan berat badan anak balita yang dipantau dapat segera
terlihat pada grafik pertumbuhan hasil pengukuran yang dicatat pada KMS.
Analisis Hubungan Gejala Penyakit Infeksi dengan
Pertumbuhan Anak Baduta.
Pada hasil analisis
statistik diperoleh nilai C= 0,282 dan nilai p=0,016. Kesimpulan bahwa hubungan gejala penyakit infeksi dengan pertumbuhan anak baduta menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola
positif artinya anak baduta dengan gejala penyakit infekai akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan. Hasil uji statistik
menunjukkan ada hubungan yang
signifikan antara gejala penyakit
infeksi dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,016 < 0,05).
Menurut Berg, (1986) bahwa status gizi anak tidak hanya dipengaruhi oleh
tingkat konsumsi saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biologi, lingkungan,
iklim dan tingkat sosial ekonomi. Depkes RI, (2002) bahwa gangguan pertumbuhan
dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat
menurunnya nafsu makan, penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran
pernapasan, atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi.
Depkes RI, (2003) menjelaskan penyebab utama gangguan pertumbuhan, gizi
kurang serta gizi buruk pada balita bukan hanya kekurangan konsumsi makanan
melainkan penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak balita. Penyakit
infeksi mengganggu metabolisme sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi zat gizi,
membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas.
PENUTUP
Simpulan
1.
Hasil uji statistik koefisien korelasi rangking spearman
menunjukkan tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengetahuan gizi
ibu dengan pertumbuhan anak baduta dengan
nilai p = 0,203>0,05
2.
Hasil uji statistik
koefisien kontingensi menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antara gejala
penyakit infeksi dengan pertumbuhan anak baduta
dengan nilai p = 0,016<0,05.
3.
Hasil uji statistik
koefisien korelasi rangking spearman menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan energi dengan
pertumbuhan anak baduta dengan nilai p=0,015<0,05.
4. Hasil uji statistik koefisien korelasi rangking spearman
menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein dengan
pertumbuhan anak baduta dengan
nilai p=0,012<0,05.
DAFTAR
PUSTAKA
Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Kertasapoetra. 2005. Ilmu Gizi.
Korelasi Gizi, Kesehatan dan produktifitas Kerja. Jakarta. PT Asdi
Mahasatya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta:
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta.
Depkes R.I. 2002. Buku Belajar Sendiri. Keluarga mandiri Sadar Gizi untuk
Tenaga Penggerak Masyarakat dan Kader. Jakarta. Direktorat Bina Gizi.
Depkes R.I. 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun.
Jakarta. Direktorat Bina Gizi.
Depkes R.I. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Bina
Gizi.
Depkes R.I.2000. Pedoman Kampanye. Keluarga Mandiri Sadar Gizi. Jakarta: Direktorat Gizi
Masyarakat.
Depkes R.I. 2000. Rencana Akzi Pangan
dan Gizi Nasional 2001-2005. Jakarta: Program Perbaikan Gizi.
Depkes R.I. 2003. Panduan Umum Keluarga
Mandiri Sadar Gizi. Jakarta: Program Perbaikan Gizi.
Depkes R.I.2002. Gizi seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Balita. Jakarta:
Program Perbaikan Gizi.(MP-ASI Lokal). Jakarta. Bina Gizi Masyarakat.
Depkes R.I.2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Supariasa, IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi.
Jakarta. Kedokteran
Suhardjo. 2003.
Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta. Aksara Bumi.
Sugiyono. 2001.
Statistika Non Parametrik untuk Penelitian. Bandung. Alfa Beta.
Wijaya. 2001. Statistika Non
Parametrik. Aplikasi Program SPSS. Bandung. Alfa Beta.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004. Ketahanan Pangan dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar