Minggu, 16 September 2012

Vol.1,No.1, April 2009, hlm. 1-7


HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI IBU, GEJALA PENYAKIT INFEKSI dan TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI terhadap PERTUMBUHAN  ANAK  BADUTA   DI WILAYAH KERJA  PUSKESMAS NOEMUTI


Landalinus Nahak, Lewi Jutomo and Erlina Rosita  Salmun
Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat, Undana


A
BSTRAK, Penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi ibu, tingkat kecukupan zat gizi dan gejala penyakit infeksi dengan pertumbuhan anak baduta. Desain penelitian adalah cross-sectional dengan jumlah sampel 68 anak baduta yang dipilih secara acak. Analisis data secara statistik dengan menggunakan uji Koefisien Korelasi Rangking Spearman dan Koefisien Contingensi. Hasil penelitian menunjukkan persentase anak baduta yang pertumbuhan naik 48,5 % dan tidak naik pertumbuhan 51,5 %. Anak baduta yang memiliki  gejala penyakit infeski 51,5 % dan tidak ada gejala penyakit infeksi 48,5 % dan anak baduta dengan  tingkat kecukupan kalori cukup 22,1 % dan kurang 77,9 %. Tingkat kecukupan protein 25 % dan kurang 75 %. Tingkat pengetahuan gizi ibu baik kategori cukup  dan kurang  sebesar 50 %. Hasil uji statistik  menunjukkan bahwa  variabel kecukupan kalori, protein dan gejala penyakit infeksi ada hubungan signifikan p<0,05 dengan pertumbuhan anak baduta  tetapi variabel pengetahuan gizi ibu dengan pertumbuhan anak baduta tidak signifikan.

Kata Kunci : Pengetahuan Gizi Ibu, Penyakit Infeksi, Tingkat Kecukupan Zat Gizi, 
                     Pertumbuhan .
                 

PENDAHULUAN

Keadaan Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi di samping merupakan sindroma kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan pangan di tingkat rumah tangga juga menyangkut aspek pengetahuan dan  perilaku yang kurang mendukung pola hidup sehat.
Suatu hal yang meyakinkan tentang pentingnya pengetahuan gizi didasarkan pada tiga kenyataan, yaitu status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan, setiap orang hanya akan cukup gizi jika makanan yang dimakannya mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan tubuh yang optimal, pemeliharaan dan energi serta ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo, 2003).  Penduduk akan beruntung dengan bertambahnya pengetahuan mengenai gizi dan cara menerapkan informasi tersebut untuk orang yang berbeda tingkat usianya dan keadaan fisiologisnya (Suhardjo, 2003)
Data hasil laporan bulan Juni 2008 di Kabupaten Timor Tengah Utara, menunjukkan bahwa  hasil cakupan Pemantauan Pertumbuhan (N/D) anak  Baduta  sebesar  65,6 %, sedangkan   hasil Pemantauan Pertumbuhan   masing-masing puskesmas di Kabupaten Timor Tengah Utara adalah Puskesmas  Eban 67,5 %, Puskesmas Oeolo 67,7 %, Puskesmas Nunpene 66,8 %, Puskesmas Sasi 71,3 %, Puskesmas Noemuti 18,7 %, Puskesmas Oemeu 70,7 %, Puskesmas Maubesi 68,8 %, Puskesmas Oelolok 57,5 %, Puskesmas Wini 75,6 %, Puskesmas Manufui  65,2 %,  Puskesmas  Lurasik 60 %,  Puskesmas Kaubele 74,4 %,  Puskesmas Ponu 85,1 %, dan Puskesmas Bitefa 59,8 %.  dibandingkan dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) belum mencapai  80 %. Hal ini menunjukkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Utara masih mengalami gangguan pertumbuhan pada balita bawah dua tahun.
Berdasarkan data pemantauan pertumbuhan yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Timor Tengah Utara maka indikator pemantauan pertumbuhan masih di  bawah target.  Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu, Gejala Penyakit Infeksi   dan Tingkat Kecukupan  Zat Gizi Terhadap  Pertumbuhan Anak  Baduta di Puskesmas Noemuti Kecamatan Noemuti  Kabupaten Timor Tengah Utara”.


METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analitik dengan menggunakan pendekatan studi cross sectional.  Penelitian ini telah dilakukan di Wilayah Puskesmas Noemuti  Kecamatan Noemuti  Kabupaten Timor Tengah Utara. Penelitian berlangsung selama 6 bulan, yaitu sejak bulan Januari hingga Juni 2009.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak  bawah dua tahun dengan umur 12-23 bulan yang ada  di Wilayah kerja  Puskesmas Noemuti Kecamatan Noemuti  Kabupaten  Timor Tengah Utara.  Sampel  dalam   penelitian   ini  adalah  semua  anak  baduta  dengan umur 12-23 bulan dan mengikuti penimbangan di posyandu 2 bulan terakhir secara berturut-turut  di Wilayah Kerja Puskesmas Noemuti  Kecamatan Noemuti sebesar 68  anak baduta.
Data primer meliputi : tingkat pengetahuan gizi ibu, konsumsi anak baduta, gejala penyakit infeksi anak baduta, dan  pertumbuhan anak baduta.  Sedangkan data sekunder yang diambil adalah gambaran umum  Puskesmas Noemuti Kecamatan Noemuti Kabupaten Timor Tengah Utara. Instrumen yang dapat digunakan untuk  pengumpulan data, yaitu : Lembar kuisioner, Food Recall konsumsi pangan 1 x 24 jam, Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), Tabel Daftar Angka Kecukupan Gizi (DAKG), Daftar Bahan Penukar , Timbangan Berat Badan (dacin 25 Kg), dan KMS Balita. 

Data hasil Food Recall konsumsi pangan 1 x 24 jam dengan sistem URT dikonversikan kedalam satuan internasional (gram). Kemudian diolah secara manual dengan menggunakan DKBM, Daftar Makanan Penukar, dan Tabel AKG.  Kemudian data dianalisis dan diuji secara statistik dengan menggunakan uji Koefisien Contingensi dengan skala data nominal dan uji statistik ”Koefisien Korelasi Rangking Spearman (rs) dengan 95 %  Confidience Interval  dengan skala data ordinal.
Dilanjutkan dengan uji signifikansi rs dilakukan dengan statistik uji t.   Kaidah pengujian Hipotesis Nol (Ho) ditolak jika t > t ά/2 (k-2) atau probabilitas uji dua pihak (2-tailed Signifikansi) <  ά (0,05).
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah suatu proses yang berjalan berkesinambungan mulai dari usia anak sampai dewasa. Sistem pendidikan dibedakan menjadi pendidikan formal dan non formal. Tujuan akhir dari suatu pendidikan pada dasarnya adalah menghilangkan faktor-faktor perilaku dan social budaya yang merupakan hambatan bagi perbaikan kesehatan, menimbulkan perilaku dan sosial budaya yang positif sehingga baik individu maupun masyaraka dalam meningkatkan taraf kesehatannya (Karo-Karo,  dalam Haning, 2008)
Hasil penelitian  menunjukkan bahwa sebagian  besar (>50%) ibu anak baduta berpendidikan SD dan sebagian kecil berpendidikan Perguruan Tinggi. Tingkat pendidikan ibu yang rendah dapat menyebabkan  penyerapan informasi menjadi tidak maksimal.  Toyo, (2008) menjelaskan tingkat pendidikan suatu bangsa akan mempengaruhi perilaku masyarakat, makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat makin tinggi kesadaran kesehatannya. Makin tinggi tingkat pendidikan ibu makin memberi dampak positif terhadap kesehatan.

Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar (77,9 %) anak baduta mengalami kekurangan energi.  Hal ini berarti bahwa kekurangan energi akan dapat menyebabkan penurunan berat badan sehingga akan menghambat pertumbuhan.
Almatsier (2002) mengatakan bahwa manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktifitas fisik. Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak dan protein yang ada dalam bahan makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu makanan menentukan nilai energinya.   Kekurangan energi terjadi bila konsumsi energi  melalui makanan kurang dari energi yang dikeluarkan. Bila kekurangan energi pada bayi dan anak-anak akan menyebabkan penurunan berat badan sehingga akan menghambat pertumbuhan. Kekurangan energi berat pada bayi dan balita disebut marasmus.
 Selanjutnya hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar anak baduta mengalami kekurangan protein sebanyak 75 %.  Kesimpulan bahwa kekurangan protein akan menyebabkan pertumbuhan terhambat. Kekurangan protein banyak terdapat pada masyarakat sosial ekonomi rendah. Kekurangan protein murni pada stadium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak di bawah lima tahun. Kekurangan protein sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan energi yang disebut Kurang Energi-Protein (KEP) (Almatsier, 2002).

Gejala Penyakit infeksi 
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (51,5%) anak baduta dengan gejala sakit. Suhardjo (2003)  mengatakan bahwa  Infeksi dan demam dapat menyebabkan merosotnya nafsu makan atau menimbulkan kesulitan menelan dan mencernakan makanan. Parasit dalam usus, seperti  cacing gelang dan cacing pita bersaing dengan tubuh dalam memperoleh makanan dan dengan demikian  menghalangi zat gizi ke dalam darah. Bayi dan anak-anak muda yang kesehatannya buruk, adalah sangat rawan karena pada periode itu kebutuhan zat gizi dipergunakan untuk pertumbuhan cepat.
Infeksi dan gizi kurang terdapat interaksi bolak balik, infeksi dapat menyebabkan gizi kurang melalui berbagai mekanisme. Walaupun terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen (Suhardjo, 2003).

Pengetahuan Gizi Ibu
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa  distribusi pengetahuan gizi ibu baik  kategori cukup maupun kurang tidak ada perbedaan. Pengetahuan ibu rumah tangga yang kurang akan menimbulkan bermacam permasalahan yang timbul seperti salah pemilihan dan jumlah makanan  beragam, cara memperlakukan bahan makanan dalam pengolahan terlalu berlebihan, sehingga banyak zat gizi yang hilang serta cara memanfaatkan potensi alam kurang (Khumaidi,  dalam Bagul 2003).  
Menurut Susanto, dalam Septiani 2008 pengetahuan gizi ibu dapat diperoleh melalui pengalaman, media masa, pengaruh kebudayaan atau pendidikan baik formal maupun in formal. Suhardjo, (2003) pengetahuan gizi dipengaruhi oleh berbagai faktor, di samping pendidikan yang pernah dijalani, faktor lingkungan sosial serta frekuensi kontak dengan media masa juga dapat mempengaruhi pengetahuan gizi.   Ahmadi, (2003) salah satu sebab gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan menerapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.



Analisis Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi  Ibu dengan Pertumbuhan Anak Baduta.
Hasil analisis statistic diperoleh nilai r= -0,156 dan nilai p=0,203. Maka dapat disimpulkan bahwa  hubungan pengetahuan gizi ibu dengan pertumbuhan anak baduta  menunjukkan hubungan yang lemah dan berpola negatif artinya walaupun ibu dengan pengetahuan gizi cukup tetapi  pertumbuhan tidak naik. Hasil uji statistik  menunjukkan tidak  ada hubungan yang signifikan  antara tingkat kecukupan zat gizi dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,203 > 0,05).
Kurangnya pengetahuan ibu dan salah satu presepsi tentang kebutuhan pangan dan nilai pangan adalah umum di setiap negara. Kemiskinan dan kekurangan ketersediaan pangan yang bergizi merupakan faktor penting dalam masalah kurang gizi. Sebab lain dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi untuk menerapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari.
Husaini, dalam Uzzer 1997 menyatakan bahwa informasi yang dimiliki seorang ibu tentang kebutuhan akan zat gizi dapat menentukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi, semakin tinggi pengetahuan seseorang akan cenderung memilih makanan yang lebih murah dengan nilai gizi yang lebih tinggi.

Analisis Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Pertumbuhan Anak Baduta.

Pada hasil analisis statistic  diperoleh nilai r= 0,293 dan nilai p=0,015. Maka dapat disimpulkan bahwa  hubungan tingkat kecukupan energi dengan pertumbuhan anak baduta  menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola positif artinya semakin cukup energi yang dikonsumsi   maka  semakin naik pertumbuhan. Hasil uji statistik  menunjukkan  ada hubungan yang signifikan  antara tingkat kecukupan zat gizi dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,015 < 0,05).
Depkes RI, (2003) bahwa secara langsung masalah gizi dipengaruhi langsung oleh tidak-cukupnya konsumsi energi, protein dan zat gizi lain serta adanya infeksi penyakit.   Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada sebanyak 12 dari 33 (36,4%) pertumbuhan  naik dengan   kategori  protein  cukup. Sedangkan diantara yang pertumbuhan tidak naik ada 5 dari 35  (14,3 %) dengan kategori protein cukup.  Pada hasil diatas diperoleh nilai r= 0,302 dan nilai p=0,016. Kesimpulan dari hasil tersebut: hubungan tingkat kecukupan protein dengan pertumbuhan anak baduta  menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola positif artinya semakin tinggi tingkat kecukupan zat gizi semakin naik pertumbuhan. Hasil uji statistik  didapat ada hubungan yang signifikan  antara tingkat kecukupan protein dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,012 < 0,05).
Darwin dan Muhilal, (1992) bahwa dalam kehidupan sehari-hari keluarga dihadapkan pada penentuan jenis menu untuk keluarga. Disini dikaitkan antara kecukupan zat gizi yang perlu dicapai, susunan bahan makanan, dan komposisi kandungan zat gizi setiap bahan makanan tersebut. Untuk mencapai derajat kesehatan yang optimat diperlukan sejumlah zat gizi  yang harus didapatkan dari makanan dalam jumlah yang sesuai dengan yang dianjurkan setiap harinya.
Satoto, (1990) dalam penelitian tentang pertumbuhan dan perkembangan anak di Jawa Tengah mengemukakan  bahwa lingkungan asuhan anak, konsumsi anak terutama energi  dan protein serta zat  besi dan keadaan gizi dan kesehatan ibu merupakan determinan kuat pertumbuhan dan perkembangan anak.
Achmad (1999)  pertumbuhan berat badan pada kelompok balita merupakan parameter yang paling sesuai karena cukup sensitif, erat hubungannya dengan konsumsi energi dan protein yang merupakan dua jenis zat gizi yang paling sering menimbulkan problem kesehatan gizi pada skala nasional. Hambatan kemajuan pertumbuhan berat badan anak balita yang dipantau dapat segera terlihat pada grafik pertumbuhan hasil pengukuran yang dicatat pada KMS.

Analisis Hubungan Gejala Penyakit Infeksi dengan Pertumbuhan Anak Baduta.
Pada hasil analisis statistik diperoleh nilai C= 0,282 dan nilai p=0,016. Kesimpulan bahwa  hubungan gejala penyakit infeksi  dengan pertumbuhan anak baduta  menunjukkan hubungan yang sedang dan berpola positif artinya anak baduta dengan gejala penyakit infekai akan menyebabkan gangguan pertumbuhan. Hasil uji statistik  menunjukkan  ada hubungan yang signifikan  antara gejala penyakit infeksi dengan pertumbuhan anak baduta (p=0,016 < 0,05).
Menurut Berg, (1986) bahwa status gizi anak tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat konsumsi saja tetapi juga dipengaruhi oleh faktor biologi, lingkungan, iklim dan tingkat sosial ekonomi. Depkes RI, (2002) bahwa gangguan pertumbuhan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, penyakit infeksi seperti diare dan infeksi saluran pernapasan, atau karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi.
Depkes RI, (2003) menjelaskan penyebab utama gangguan pertumbuhan, gizi kurang serta gizi buruk pada balita bukan hanya kekurangan konsumsi makanan melainkan penyakit infeksi yang sering diderita oleh anak balita. Penyakit infeksi mengganggu metabolisme sehingga mempengaruhi tingkat konsumsi zat gizi, membuat ketidakseimbangan hormon dan mengganggu fungsi imunitas.
PENUTUP
Simpulan
1.      Hasil uji statistik koefisien korelasi rangking spearman menunjukkan  tidak ada hubungan yang signifikan  antara pengetahuan gizi ibu  dengan pertumbuhan anak baduta  dengan      nilai p = 0,203>0,05
2.       Hasil uji statistik koefisien kontingensi menunjukkan  ada hubungan yang signifikan  antara gejala penyakit infeksi dengan pertumbuhan anak baduta  dengan nilai p = 0,016<0,05.
3.       Hasil uji statistik koefisien korelasi rangking spearman menunjukkan  ada hubungan yang signifikan  antara tingkat kecukupan energi dengan pertumbuhan anak baduta  dengan nilai  p=0,015<0,05.
4.       Hasil uji statistik koefisien korelasi rangking spearman menunjukkan  ada hubungan yang signifikan  antara tingkat kecukupan protein dengan pertumbuhan anak baduta  dengan nilai  p=0,012<0,05.



DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
Kertasapoetra. 2005. Ilmu Gizi.  Korelasi Gizi, Kesehatan dan produktifitas Kerja. Jakarta. PT Asdi Mahasatya.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Depkes R.I. 2002. Buku Belajar Sendiri. Keluarga mandiri Sadar Gizi untuk Tenaga Penggerak Masyarakat dan Kader. Jakarta. Direktorat Bina Gizi.
Depkes R.I. 2005. Klasifikasi Status Gizi Anak Bawah Lima Tahun. Jakarta.   Direktorat Bina Gizi.
Depkes R.I. 2002. Pemantauan Pertumbuhan Balita. Jakarta: Direktorat Bina Gizi.
Depkes R.I.2000. Pedoman Kampanye. Keluarga Mandiri  Sadar Gizi. Jakarta: Direktorat Gizi Masyarakat.
Depkes R.I. 2000. Rencana Akzi Pangan  dan Gizi Nasional 2001-2005. Jakarta: Program Perbaikan Gizi.
Depkes R.I. 2003. Panduan Umum Keluarga  Mandiri Sadar Gizi. Jakarta: Program Perbaikan Gizi.
Depkes R.I.2002. Gizi seimbang Menuju Hidup Sehat bagi Balita. Jakarta: Program Perbaikan Gizi.(MP-ASI Lokal). Jakarta. Bina Gizi Masyarakat.
Depkes R.I.2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Supariasa, IDN, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta. Kedokteran 
Suhardjo.  2003. Berbagai Cara Pendidikan Gizi. Jakarta. Aksara Bumi.
Sugiyono.  2001. Statistika Non Parametrik untuk Penelitian. Bandung. Alfa Beta.
Wijaya.  2001. Statistika Non Parametrik. Aplikasi Program SPSS. Bandung. Alfa Beta.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi   di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. 

Tidak ada komentar: