Sabtu, 15 September 2012

Vol.1, No.1, April 2009, hlm. 20-27


PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KANDUNGAN GIZI (ENERGI, PROTEIN DAN SERAT) TAUGE TUNAS BATANG UBI KAYU (T2BUK)

Anna Wungubelen, Utma Aspatria, Intje Picauly
Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyarakat Undana

A
BSTRACT, One of food plants knowed and planted so long by Indonesian farmers is a cassava. With economy and social potency as a food in the future, raw material of various industry and livestock food, cassava is also planted by East of Nusa Tenggara (NTT) farmers although just as a reserve food-stuff, while this commodity is potentially extended in NTT. Cassava can be consumed such as fresh cassava, dried cassava and tapioca. However its use only on tuber and its leaf which use as a vegetable and livestock food. While it’s steam is used as firewood and quicktset. Whereas according to literature, there are many sprouts on cassava can be used for substitution of sprouts from mungbean which contains nutrient.
This research is experiments research that the aim to know the effect of time harvest on content of nutrient (energy, protein and fiber) bean sprouts of bydm soriyt of cassava bar. The time harvest in this research are seventh days, tenth days and thirthteen days. The experiment design is Completely Randomized Design with three treatment and two replication on content of energy, protein and fiber for bean sprouts of bydm soriyt of cassava bar. The test is used by Proksimat test. The result of this research is shown by the significant difference between three treatments (p<0,05) for everytime harvest.  The conclution of this research is the time harvest to have an effect on content of nutrient (energy, protein and fiber) bean sprouts of bydm soriyt of cassava bar.

Keyword         : Time Harvest, Bean Sprouts of Bydm Soriyt of Bar of  Cassava,
  Energy, Protein, Fiber.


PENDAHULUAN

            Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai hasil pertanian primer serta ternak dan ikan sebagai hasil pertanian sekunder yang sangat tergantung pada berbagai sumberdaya, yaitu sinar matahari, tanah, air dan udara. Proses pengendalian petanian primer maupun sekunder berupa kegiatan produksi pangan baik kegiatan produksi bahan mentah atau usaha tani maupun kegiatan pengolahan pangan atau agroindustri (Baliwati, Dwiriani dan Khomsan, 2004).
            Salah satu jenis tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan dibudidayakan oleh petani di seluruh wilayah Nusantara adalah ubi kayu. Potensi nilai ekonomi dan sosial ubi kayu merupakan bahan pangan masa depan yang berguna, bahan baku berbagai industri dan pakan ternak (Rukmana, 2006).  Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak diusahakan petani NTT meskipun hanya digunakan sebagai bahan makanan cadangan. Padahal komoditas ini cukup berpotensi untuk dikembangkan di NTT dimana ubi kayu dapat dikonsumsi berupa ubi kayu segar, gaplek dan tapioka. Hal ini dikarenakan penyebarannya yang luas dan kegunaannya yang beragam sehingga memberikan peluang terhadap peningkatan permintaan baik di dalam maupun di luar daerah. Selain itu produksinyapun cukup baik dari tahun 2002 hingga 2006 dan secara berturut-turut adalah 108,11Kw/Ha (873.157 ton), 107,26Kw/Ha (861.620 ton), 104,65 Kw/Ha (1.041.280 ton), 103,14 Kw/Ha (891.783 ton) dan 104,70Kw/Ha (938.010 ton) (Balai Pusat Statistik Propinsi NTT, 2006).
            Akan tetapi, sejauh ini pemanfaatan ubi kayu sebatas pada umbi dan daunnya yang sering dimanfaatkan sebagai sayur dan pakan ternak sedangkan batang tanaman ini kurang dimanfaatkan, hanya sebagai kayu bakar dan pagar hidup. Padahal tunas batang ubi kayu ternyata dapat dimanfaatkan untuk pengganti tauge dari kacang hijau. Tauge yang dihasilkan dari tunas batang ubi kayu mempunyai warna dan rasa yang mirip dengan tauge yang dihasilkan dari kacang hijau (Dewi, Hartiaty dan Primasanti dalam http://www.republika.co.id).
             Panen merupakan kegiatan pengambilan produksi pada tanaman baik tanaman tahunan yang berumur lebih dari satu tahun maupun tanaman musiman yang berumur kurang dari satu (http://www.deptan.go.id). Panen dilakukan bila tanaman sudah matang dan daunnya telah rontok (Adinurani, dkk, 2007). Sementara untuk tauge dalam hal ini tauge dari kacang hijau dapat dipanen pada hari ketiga setelah germinasi (Astawan, 2003).
            Bertolak dari kenyataan di atas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Gizi (Energi, Protein dan Serat) Tauge Tunas Batang Ubi Kayu (T2BUK)”.  Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1). Untuk mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan energi tauge tunas batang ubi kayu, 2). Untuk mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan protein tauge tunas batang ubi kayu dan 3). Untuk mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan serat tauge tunas batang ubi kayu.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Rancangan Penelitian
            Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain rancang acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan (panen pada hari ketujuh, ke-10 dan ke-13). Masing-masing perlakuan mendapat dua kali pengulangan, sehingga jumlah sampel menjadi 6 (enam) sampel. Lokasi pengujian kandungan gizi di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan UNDANA pada  bulan Maret-Desember 2008. Prosedur Kerja Pembuatan T2BUK adalah pertama-tama batang ubi kayu dipotong menjadi beberapa bagian (ukuran 60cm dan 30cm). Selanjutnya, dibuat lubang berukuran 60cm x 30cm x 20cm. Tanah dan pupuk kandang dicampur dengan perbandingan 2 : 1 (10Kg tanah dan 5Kg pupuk kandang), kemudian ditaburkan pada lubang setebal kurang lebih 5cm.
            Setelah itu, dihamparkan batang ubi kayu yang panjangnya 60cm arah panjang lubang.  Yang terakhir, timbunan media dibongkar pada hari ketujuh, ke-10 dan ke-13, kemudian T2BUK yang berwarna putih dan segar dipanen (Rukmana, 2006). Data hasil analisis akan tabulasikan dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Energi T2BUK
             Hasil analisis kandungan gizi baik energi, protein maupun serat T2BUK  menurut perbedaan waktu panen disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Sebaran Kandungan Energi, Protein dan Serat T2BUK Menurut Perbedaan Waktu Panen
Pengujian (Ulangan)
Energi
Hari ketujuh
Hari ke-10
Hari ke-13
1
429,00
436,50
435,90
2
429,70
438,90
435,40
Total
858,70
875,40
871,30
Rata-rata
429,35b
437,70a
435,65a
Pengujian (Ulangan)
Protein
Hari ketujuh
Hari ke-10
Hari ke-13
1
35,26
36,12
37,84
2
34,70
37,82
38,02
Total
69,96
73,94
75,86
Rata-rata
34,98a
36,97ab
37,93b
Pengujian (Ulangan)
Serat
Hari ketujuh
Hari ke-10
Hari ke-13
1
1,78
1,67
1,58
2
1,75
1,69
1,56
Total
3,53
3,36
3,14
Rata-rata
1,765a
1,68b
1,57c






Sumber: Data Primer,  2008
Keterangan:        
Tanda superskrip yang sama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada α = 0,05
            Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata kandungan energi T2BUK adalah hari ketujuh sebesar 429,35kal, hari ke-10 sebesar 437,70kal dan hari ke-13 sebesar 435,65kal. Berdasarkan hasil uji beda rata-rata terlihat bahwa waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05; p=0,008) terhadap kandungan energi T2BUK. Sedangkan hasil uji Duncan menunjukkan dengan jelas bahwa kandungan energi T2BUK yang dipanen pada hari ke-10 dan hari ke-13 memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata tetapi nyata lebih tinggi jika dibanding dengan kandungan energi T2BUK yang dipanen pada hari ketujuh. Hal ini berarti bahwa umur panen yang lebih baik pada T2BUK adalah pada hari ke-10.

Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Protein T2BUK

            Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan protein T2BUK pada hai ketujuh adalah sebesar 34,98gr/100gr BP, hari ke-10 sebesar  36,97gr/100gr BP dan hari ke-13 sebesar 37,93gr/100gr BP. Hasil uji ANOVA (Analisys Covarians) menunjukkan bahwa waktu panen memberikan pengaruh nyata (p<0,05; p=0,059) terhadap kandungan protein T2BUK. Hasil uji ANOVA diperkuat dengan hasil uji Duncan menunjukkan bahwa kandungan protein T2BUK yang dipanen pada hari ke-13 dan hari ketujuh lebih nyata berbeda.

Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Serat T2BUK

            Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata kandungan serat T2BUK pada hari ketujuh adalah sebesar 1,75gr/100gr BP, hari ke-10 sebesar 1,68gr/100gr BP dan hari ke-13 1,57gr/100gr BP. Hasil uji beda rata-rata menunjukkan bahwa waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05; p=0,003) terhadap kandungan serat T2BUK. Selanjutnya pada uji Duncan menyatakan bahwa kandungan serat T2BUK hari ketujuh nyata lebih tinggi dibanding dengan hari ke-10 dan hari ke-13.


PEMBAHASAN

             Penelitian ini secara umum menemukan bahwa waktu panen (hari ketujuh, ke-10 dan ke-13) berpengaruh terhadap kandungan gizi T2BUK. Dimana pada waktu panen hari ke-10 diperoleh T2BUK dengan kandungan energi yang lebih tinggi dibanding waktu panen hari ketujuh dan ke-13. Sedangkan T2BUK pada waktu panen hari ke-13 mempunyai kandungan protein lebih baik/tinggi dibanding waktu panen hari ketujuh. Sementara pada waktu panen hari ketujuh kandungan seratnya lebih tinggi dibanding waktu panen hari ke-10 dan ke-13. Dengan demikian terlihat bahwa setiap waktu panen memberikan kontribusi kandungan zat gizi (energi, protein dan serat) yang berbeda-beda.
             Secara fisik diduga ada peranan dari kandungan unsur hara pada substrat/tempat produksi T2BUK. Lakitan (1993) mengatakan bahwa kekayaan akan unsur hara pada suatu lokasi pertanian mempengaruhi kandungan gizi pada setiap produksi tanaman.
             Faktor fisik lain yang turut mempengaruhi keberadaan unsur hara adalah status tanah yang digunakan. Status tanah tersebut seperti tanah yang belum pernah digarap, tanah bekas perkebunan dan tanah bekas pertanian tanaman hortikultura. Diketahui lahan pertanian yang sudah pernah digunakan seyogyanya harus diperkaya unsur tanah dengan menggunakan pupuk organik dengan tujuan untuk memperkaya senyawa organik yang ada pada lahan dimaksud.
             Hal ini diduga karena T2BUK merupakan bagian dari jenis organisme khemoautotrof yang melakukan proses kemosintesis nitrogen dalam tanah atau organisme yang melakukan proses asimilasi caranya tanpa cahaya matahari. Hal ini berarti bahwa organisme tersebut tidak mampu untuk memproduksi senyawa organik dalam jumlah yang berlebihan karena pembentukan senyawa organik hanya pada proses fotosintesis sehingga semakin lama mendapat cahaya matahari maka kandungan energi akan semakin banyak yang tersimpan.
             Gambar 2 menunjukkan bahwa lokasi penelitian merupakan bagian dari lahan pemukiman yang tidak mempunyai nilai produktif untuk memproduksi T2BUK yang tinggi kandungan energi dan seratnya. T2BUK yang diproduksi adalah T2BUK yang tinggi kandungan proteinnya.
            Selain itu, perbedaan masa tunas tauge tunas batang ubi kayu juga diduga memberikan kontribusi terhadap perbedaan kandungan gizi (energi, serat dan protein) T2BUK. Dengan masa tunas yang berbeda maka pembentukan unsur gizi T2BUK yang terjadi selama masa tanam tidak serempak dan akan terhenti pada titik tertentu meskipun belum saatnya dipanen.
            Pada masa awal pertumbuhan, pembentukan unsur gizi T2BUK diprakarsai oleh kambium semu yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan diantaranya energi, protein dan serat. Hal ini mengingat belum adanya serabut akar. Dan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan akar adalah ada tidaknya tunas. Ketika ditanam batang ubi kayu ini tidak bertunas, padahal tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan rhizokalin.
            Tingginya kandungan protein T2BUK diduga karena dengan bertambahnya usia tanam pembentukan akar batang ubi kayu terus bertambah sehingga dapat menjalankan fungsi penyerapan unsur hara dan air secara lebih maksimal. Karena makin banyak tunas batang ubi kayu yang tumbuh dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan rhizokalin.
            Dan berkaitan dengan dugaan bahwa T2BUK merupakan bagian dari organisme khemoautotrof, lebih lanjut Ross dan Salisbury (1995) menyatakan bahwa berbagai nitrogen dijumpai di lingkungan kita. Sebagian besarnya terdapat dalam organisme hidup berasal dari reduksi oleh mikroorganisme prokariot, sebagian diantaranya terdapat pada akar tumbuhan, atau dari pupuk hasil reduksi secara industri. Sebagian kecil nitrogen juga masuk ke tanah dari atmosfir dalam bentuk ion nitrat (NH3-) dan amonium (NH4+) yang kemudian diserap akar. Penyerapan NH3- dan NH4+ ini membantu tumbuhan membentuk berbagai senyawa nitrogen terutama protein. Pembentukan protein ini didahului dengan oleh pembentukan asam-asam amino, karena setiap molekul protein tersusun dari asam-asam amino. Dengan demikian semakin banyak NH3- dan NH4+ yang diserap dengan konsentrasi yang sesuai untuk jaringan tumbuhan (15.000ppm/1,5%), maka semakin banyak asam-asam amino dan protein yang akan terbentuk.
            Untuk kandungan serat T2BUK diketahui mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia panen. Berkaitan dengan pemanfaatan tunas batang ubi kayu dalam penelitian ini sebagai tauge yang punya batas waktu panen jika dibandingkan dengan tauge kacang hijau (waktu panen antara tiga-lima hari setelah perkecambahan) diduga penurunan rata-rata nilai kandungan serat T2BUK karena perbedaan masa tunas T2BUK. Selain itu diduga pula karena kandungan ligninnya (zat kayu) bertambah sejalan dengan bertambahnya usia panen.
            Serat yang berasal dari dinding sel ini sayuran dalam hal ini T2BUK, secara kimia terdapat dalam jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan non karbohidrat seperti lignin. Selulosa yang terdiri dari ±1.000 molekul glukosa, hemiselulosa yang sebagiannya terbentuk oleh pentosa dan sebagian lagi oleh asam uronat ini awalnya terpisah-pisah. Kemudian dihubungkan oleh ikatan-ikatan hidrogen dan gaya van der waal sehingga terbentuklah serat-serat yang menyusun dinding sel.
            Bertolak dari hasil penelitian yang ada, T2BUK merupakan salah satu pangan yang dihasilkan dari sumber daya pangan lokal yang bergizi. Dikatakan bergizi karena T2BUK merupakan pangan dengan kandungan gizi yang baik diantaranya energi  437,70kal, protein 36,97gr/100gr BP dan serat 1,75gr/100gr BP. Dengan demikian T2BUK dapat direkomendasikan sebagai salah satu pangan berbasis B3 (beragam, bergizi dan berimbang). Karena bila ditinjau dari keragaman pangan, jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat NTT belum beragam. Untuk kelompok pangan padi-padian (beras, jagung dan terigu) konsumsi tertinggi adalah beras 81,09% (15 Kabupaten/Kota) dan jagung yang tertinggi satu kabupaten (TTS); kelompok pangan umbi-umbian (ubi kayu, ubi jalar dan kentang) konsumsi tertinggi adalah ubi kayu (73,04%); kelompok pangan hewani (daging ruminansia, daging unggas, telur, susu dan ikan) konsumsi tertinggi adalah ikan (70,90%); kelompok pangan minyak dan lemak (minyak kelapa, minyak sawit dan lemak) konsumsi tertinggi adalah minyak kelapa (54,74%); kelompok buah/biji berminyak konsumsi tertinggi kelapa (100%); kelompok kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau dan kacang merah) konsumsi bervariasi dan konsumsi tertinggi adalah kacang merah (44,94%); kelompok pangan gula konsumsi tertinggi aren (65,12%); kelompok pangan sayur dan buah konsumsi tertinggi sayuran (51,88%). Kondisi ini menjelaskan bahwa sejauh ini tingkat keragaman konsumsi pangan masyarakat NTT belum sesuai yang diharapkan dan ditunjukkan dengan skor PPH yang baru mencapai 83,5 (idealnya 100).
    
PENUTUP
Simpulan

1.      Waktu panen memberikan pengaruh yang nyata (p<0,05; p=0,008) terhadap kandungan energi total T2BUK. Kandungan energi T2BUK pada usia panen hari ke-10 nyata (p<0,05) lebih tinggi dibanding dengan kandungan energi pada usia panen hari ketujuh dan hari ke-13.
2.      Waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05; p=0,059) terhadap kandungan protein T2BUK. Kandungan protein T2BUK pada usia hari ke-13 nyata (p<0,05) lebih tinggi dibanding dengan kandungan protein pada waktu panen hari ketujuh dan hari ke-10.
3.      Waktu panen menunjukkan pengaruh yang nyata (p<0,05; p=0,003) terhadap kandungan serat T2BUK. Kandungan serat T2BUK untuk waktu panen hari ketujuh nyata (p<0,05) lebih tinggi dibandingkan waktu panen hari ke-10 dan hari ke-13.
4.      Waktu panen hari ke-10 lebih efektif dan efisien dalam memberikan kontribusi zat gizi protein, serat dan energi dari pangan T2BUK.

Saran

T2BUK berdasarkan penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai salah satu pangan yang dihasilkan dari sumber daya lokal yang berbasis B3 dengan kandungan energinya 437,70kal, protein 36,97gr/100gr BP dan serat 1,75gr/100gr BP. Dengan demikian masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan potensi sumber daya pangan lokal dan membudayakan komsumsi aneka produk pangan lokal bermutu, menarik dan memenuhi cita rasa guna meningkatkan keragaman pangan NTT.


DAFTAR PUSTAKA

Adinurani, Praptiningsih, Gamawati., Hendroko, Roy., Noerwijati, Kartika., Prihandra, Rama., Setiadi, Sigit dan Setyaningsih, Dwi. 2007. Bioetanol Ubikayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Astawan, Made. 2003. Mari, Makan Tauge Ramai-Ramai. http://www.kompas.com/ kesehatan /news/0304/23/003738.htm
Balai Pusat Statistik. 2006. Indikator Ekonomi Nusa Tenggara Timur 2006. Kupang: Balai Pusat Statistik
Baliwati, Yayuk, Farida., Dwiriani, C, Meti dan Khomsan, Ali. 2004. Pengantar Ilmu Pangan dan Gizi. Jakarta: Penebar Swadaya
Dewi, Martania, Angga., Hartiaty, Ratih., dan Primasanti, Agita. 2002. Tauge Tunas Batang Ubi Kayu http://www.republika.co.id.
http://www.iptek.net.id. 2007. Ubi Kayu
Rukmana, H., Rahmat. 2006. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen. Yogyakarta: Kanisius
Ross, Cleon, W. dan Salisbury, Frank, B. 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB

Tidak ada komentar: