PENGARUH WAKTU PANEN TERHADAP KANDUNGAN GIZI (ENERGI,
PROTEIN DAN SERAT) TAUGE TUNAS BATANG UBI KAYU (T2BUK)
Anna Wungubelen, Utma Aspatria, Intje Picauly
Jurusan Gizi Kesehatan
Masyarakat
Fakultas Kesehatan
Masyarakat Undana
A
|
BSTRACT, One of food plants knowed and planted so long by
Indonesian farmers is a cassava. With economy and social potency as a food in
the future, raw material of various industry and livestock food, cassava is
also planted by East of Nusa Tenggara (NTT) farmers although just as a reserve
food-stuff, while this commodity is potentially extended in NTT. Cassava can be
consumed such as fresh cassava, dried cassava and tapioca. However its use only
on tuber and its leaf which use as a vegetable and livestock food. While it’s
steam is used as firewood and quicktset. Whereas according to literature, there
are many sprouts on cassava can be used for substitution of sprouts from
mungbean which contains nutrient.
This research is
experiments research that the aim to know the effect of time harvest on content
of nutrient (energy, protein and fiber) bean sprouts of bydm soriyt of cassava
bar. The time harvest in this research are seventh days, tenth days and
thirthteen days. The experiment design is Completely Randomized Design with
three treatment and two replication on content of energy, protein and fiber for
bean sprouts of bydm soriyt of cassava bar. The test is used by Proksimat test.
The result of this research is shown by the significant difference between
three treatments (p<0,05) for everytime harvest. The conclution of this research is the time
harvest to have an effect on content of nutrient (energy, protein and fiber) bean
sprouts of bydm soriyt of cassava bar.
Keyword :
Time Harvest, Bean Sprouts of Bydm Soriyt of Bar of Cassava,
Energy, Protein,
Fiber.
PENDAHULUAN
Kebutuhan pangan manusia berasal dari tumbuh-tumbuhan sebagai
hasil pertanian primer serta ternak dan ikan sebagai hasil pertanian sekunder
yang sangat tergantung pada berbagai sumberdaya, yaitu sinar matahari, tanah,
air dan udara. Proses pengendalian petanian primer maupun sekunder berupa
kegiatan produksi pangan baik kegiatan produksi bahan mentah atau usaha tani
maupun kegiatan pengolahan pangan atau agroindustri (Baliwati, Dwiriani dan
Khomsan, 2004).
Salah satu jenis tanaman pangan yang sudah lama dikenal dan
dibudidayakan oleh petani di seluruh wilayah Nusantara adalah ubi kayu. Potensi
nilai ekonomi dan sosial ubi kayu merupakan bahan pangan masa depan yang
berguna, bahan baku berbagai industri dan pakan ternak (Rukmana, 2006). Ubi kayu merupakan tanaman pangan yang banyak
diusahakan petani NTT meskipun hanya digunakan sebagai bahan makanan cadangan.
Padahal komoditas ini cukup berpotensi untuk dikembangkan di NTT dimana ubi
kayu dapat dikonsumsi berupa ubi kayu segar, gaplek dan tapioka. Hal ini
dikarenakan penyebarannya yang luas dan kegunaannya yang beragam sehingga
memberikan peluang terhadap peningkatan permintaan baik di dalam maupun di luar
daerah. Selain itu produksinyapun cukup baik dari tahun 2002 hingga 2006 dan
secara berturut-turut adalah 108,11Kw/Ha (873.157 ton), 107,26Kw/Ha (861.620
ton), 104,65 Kw/Ha (1.041.280 ton), 103,14 Kw/Ha (891.783 ton) dan 104,70Kw/Ha
(938.010 ton) (Balai Pusat Statistik Propinsi NTT, 2006).
Akan tetapi, sejauh ini pemanfaatan ubi kayu sebatas pada umbi
dan daunnya yang sering dimanfaatkan sebagai sayur dan pakan ternak sedangkan
batang tanaman ini kurang dimanfaatkan, hanya sebagai kayu bakar dan pagar
hidup. Padahal tunas batang ubi kayu ternyata dapat dimanfaatkan untuk
pengganti tauge dari kacang hijau. Tauge yang dihasilkan dari tunas batang ubi
kayu mempunyai warna dan rasa yang mirip dengan tauge yang dihasilkan dari
kacang hijau (Dewi, Hartiaty dan Primasanti dalam http://www.republika.co.id).
Panen merupakan
kegiatan pengambilan produksi pada tanaman baik tanaman tahunan yang berumur
lebih dari satu tahun maupun tanaman musiman yang berumur kurang dari satu (http://www.deptan.go.id). Panen dilakukan
bila tanaman sudah matang dan daunnya telah rontok (Adinurani, dkk, 2007). Sementara untuk tauge dalam
hal ini tauge dari kacang hijau dapat dipanen pada hari ketiga setelah
germinasi (Astawan, 2003).
Bertolak dari kenyataan di atas penulis tertarik melakukan
penelitian dengan judul “Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Gizi (Energi,
Protein dan Serat) Tauge Tunas Batang Ubi Kayu (T2BUK)”. Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1). Untuk
mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan energi tauge tunas batang
ubi kayu, 2). Untuk mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan protein
tauge tunas batang ubi kayu dan 3). Untuk mengetahui pengaruh waktu panen terhadap kandungan serat tauge tunas
batang ubi kayu.
METODE PENELITIAN
Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
eksperimen dengan desain rancang acak lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan
(panen pada hari ketujuh, ke-10 dan ke-13). Masing-masing perlakuan mendapat
dua kali pengulangan, sehingga jumlah sampel menjadi 6 (enam) sampel. Lokasi
pengujian kandungan gizi di Laboratorium Kimia Pakan Fakultas Peternakan UNDANA
pada bulan Maret-Desember 2008. Prosedur Kerja Pembuatan T2BUK adalah pertama-tama
batang ubi kayu dipotong menjadi beberapa bagian (ukuran 60cm dan 30cm). Selanjutnya, dibuat lubang berukuran 60cm
x 30cm x 20cm. Tanah dan pupuk kandang dicampur dengan perbandingan 2 : 1 (10Kg
tanah dan 5Kg pupuk kandang), kemudian ditaburkan pada lubang setebal kurang
lebih 5cm.
Setelah
itu, dihamparkan batang ubi kayu yang panjangnya 60cm arah panjang lubang. Yang terakhir, timbunan media dibongkar pada
hari ketujuh, ke-10 dan ke-13, kemudian T2BUK yang berwarna putih
dan segar dipanen (Rukmana, 2006). Data hasil analisis akan tabulasikan dan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan dinarasikan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Pengaruh Waktu Panen Terhadap Kandungan Energi T2BUK
Hasil analisis kandungan gizi baik energi,
protein maupun serat T2BUK menurut
perbedaan waktu panen disajikan pada Tabel 1.
Tabel
1. Sebaran Kandungan Energi, Protein dan Serat T2BUK Menurut Perbedaan Waktu
Panen
Pengujian
(Ulangan)
|
Energi
|
||||
Hari
ketujuh
|
Hari
ke-10
|
Hari
ke-13
|
|||
1
|
429,00
|
436,50
|
435,90
|
||
2
|
429,70
|
438,90
|
435,40
|
||
Total
|
858,70
|
875,40
|
871,30
|
||
Rata-rata
|
429,35b
|
437,70a
|
435,65a
|
||
Pengujian
(Ulangan)
|
Protein
|
||||
Hari
ketujuh
|
Hari
ke-10
|
Hari
ke-13
|
|||
1
|
35,26
|
36,12
|
37,84
|
||
2
|
34,70
|
37,82
|
38,02
|
||
Total
|
69,96
|
73,94
|
75,86
|
||
Rata-rata
|
34,98a
|
36,97ab
|
37,93b
|
||
Pengujian
(Ulangan)
|
Serat
|
||||
Hari
ketujuh
|
Hari
ke-10
|
Hari
ke-13
|
|||
1
|
1,78
|
1,67
|
1,58
|
||
2
|
1,75
|
1,69
|
1,56
|
||
Total
|
3,53
|
3,36
|
3,14
|
||
Rata-rata
|
1,765a
|
1,68b
|
1,57c
|
||
Sumber: Data Primer, 2008
Keterangan:
Tanda superskrip yang sama tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada α = 0,05
Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata
kandungan energi T2BUK adalah hari ketujuh sebesar 429,35kal, hari
ke-10 sebesar 437,70kal dan hari ke-13 sebesar 435,65kal. Berdasarkan hasil uji
beda rata-rata terlihat bahwa waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05;
p=0,008) terhadap kandungan energi T2BUK. Sedangkan hasil uji Duncan
menunjukkan dengan jelas bahwa kandungan energi T2BUK yang dipanen
pada hari ke-10 dan hari ke-13 memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata tetapi
nyata lebih tinggi jika dibanding dengan kandungan energi T2BUK yang
dipanen pada hari ketujuh. Hal ini berarti bahwa umur panen yang lebih baik
pada T2BUK adalah pada hari ke-10.
Pengaruh Waktu Panen
Terhadap Kandungan Protein T2BUK
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
kandungan protein T2BUK pada hai ketujuh adalah sebesar
34,98gr/100gr BP, hari ke-10 sebesar 36,97gr/100gr
BP dan hari ke-13 sebesar 37,93gr/100gr BP. Hasil uji ANOVA (Analisys Covarians) menunjukkan bahwa
waktu panen memberikan pengaruh nyata (p<0,05; p=0,059) terhadap kandungan
protein T2BUK. Hasil uji ANOVA diperkuat dengan hasil uji Duncan
menunjukkan bahwa kandungan protein T2BUK yang dipanen pada hari
ke-13 dan hari ketujuh lebih nyata berbeda.
Pengaruh Waktu Panen
Terhadap Kandungan Serat T2BUK
Tabel 1 menunjukkan bahwa rata-rata
kandungan serat T2BUK pada hari ketujuh adalah sebesar 1,75gr/100gr
BP, hari ke-10 sebesar 1,68gr/100gr BP dan hari ke-13 1,57gr/100gr BP. Hasil
uji beda rata-rata menunjukkan bahwa waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05;
p=0,003) terhadap kandungan serat T2BUK. Selanjutnya pada uji Duncan
menyatakan bahwa kandungan serat T2BUK hari ketujuh nyata lebih
tinggi dibanding dengan hari ke-10 dan hari ke-13.
PEMBAHASAN
Penelitian ini secara umum menemukan bahwa
waktu panen (hari ketujuh, ke-10 dan ke-13) berpengaruh terhadap kandungan gizi
T2BUK. Dimana pada waktu panen hari ke-10 diperoleh T2BUK
dengan kandungan energi yang lebih tinggi dibanding waktu panen hari ketujuh
dan ke-13. Sedangkan T2BUK pada waktu panen hari ke-13 mempunyai
kandungan protein lebih baik/tinggi dibanding waktu panen hari ketujuh.
Sementara pada waktu panen hari ketujuh kandungan seratnya lebih tinggi
dibanding waktu panen hari ke-10 dan ke-13. Dengan demikian terlihat bahwa
setiap waktu panen memberikan kontribusi kandungan zat gizi (energi, protein
dan serat) yang berbeda-beda.
Secara fisik diduga ada peranan dari kandungan
unsur hara pada substrat/tempat produksi T2BUK. Lakitan (1993)
mengatakan bahwa kekayaan akan unsur hara pada suatu lokasi pertanian
mempengaruhi kandungan gizi pada setiap produksi tanaman.
Faktor fisik lain yang turut mempengaruhi
keberadaan unsur hara adalah status tanah yang digunakan. Status tanah tersebut
seperti tanah yang belum pernah digarap, tanah bekas perkebunan dan tanah bekas
pertanian tanaman hortikultura. Diketahui lahan pertanian yang sudah pernah
digunakan seyogyanya harus diperkaya unsur tanah dengan menggunakan pupuk
organik dengan tujuan untuk memperkaya senyawa organik yang ada pada lahan
dimaksud.
Hal ini diduga karena T2BUK
merupakan bagian dari jenis organisme khemoautotrof yang melakukan proses
kemosintesis nitrogen dalam tanah atau organisme yang melakukan proses
asimilasi caranya tanpa cahaya matahari. Hal ini berarti bahwa organisme
tersebut tidak mampu untuk memproduksi senyawa organik dalam jumlah yang
berlebihan karena pembentukan senyawa organik hanya pada proses fotosintesis
sehingga semakin lama mendapat cahaya matahari maka kandungan energi akan
semakin banyak yang tersimpan.
Gambar 2 menunjukkan bahwa lokasi penelitian
merupakan bagian dari lahan pemukiman yang tidak mempunyai nilai produktif
untuk memproduksi T2BUK yang tinggi kandungan energi dan seratnya. T2BUK
yang diproduksi adalah T2BUK yang tinggi kandungan proteinnya.
Selain itu, perbedaan masa tunas tauge
tunas batang ubi kayu juga diduga memberikan kontribusi terhadap perbedaan
kandungan gizi (energi, serat dan protein) T2BUK. Dengan masa tunas
yang berbeda maka pembentukan unsur gizi T2BUK yang terjadi selama
masa tanam tidak serempak dan akan terhenti pada titik tertentu meskipun belum
saatnya dipanen.
Pada masa awal pertumbuhan, pembentukan
unsur gizi T2BUK diprakarsai oleh kambium semu yang berfungsi
sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan diantaranya energi, protein dan
serat. Hal ini mengingat belum adanya serabut akar. Dan salah satu faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan akar adalah ada tidaknya tunas. Ketika ditanam batang
ubi kayu ini tidak bertunas, padahal tunas menghasilkan suatu zat berupa auksin
yang berperan dalam mendorong pembentukan akar yang dinamakan rhizokalin.
Tingginya kandungan protein T2BUK
diduga karena dengan bertambahnya usia tanam pembentukan akar batang ubi kayu
terus bertambah sehingga dapat menjalankan fungsi penyerapan unsur hara dan air
secara lebih maksimal. Karena makin banyak tunas batang ubi kayu yang tumbuh
dan memberikan kontribusi terhadap pembentukan rhizokalin.
Dan berkaitan dengan dugaan bahwa T2BUK
merupakan bagian dari organisme khemoautotrof, lebih lanjut Ross dan Salisbury
(1995) menyatakan bahwa berbagai nitrogen dijumpai di lingkungan kita. Sebagian
besarnya terdapat dalam organisme hidup berasal dari reduksi oleh
mikroorganisme prokariot, sebagian diantaranya terdapat pada akar tumbuhan,
atau dari pupuk hasil reduksi secara industri. Sebagian kecil nitrogen juga
masuk ke tanah dari atmosfir dalam bentuk ion nitrat (NH3-)
dan amonium (NH4+) yang kemudian diserap akar. Penyerapan
NH3- dan NH4+ ini membantu tumbuhan
membentuk berbagai senyawa nitrogen terutama protein. Pembentukan protein ini
didahului dengan oleh pembentukan asam-asam amino, karena setiap molekul
protein tersusun dari asam-asam amino. Dengan demikian semakin banyak NH3-
dan NH4+ yang diserap dengan konsentrasi yang sesuai
untuk jaringan tumbuhan (15.000ppm/1,5%), maka semakin banyak asam-asam amino
dan protein yang akan terbentuk.
Untuk kandungan serat T2BUK
diketahui mengalami penurunan sejalan dengan bertambahnya usia panen. Berkaitan
dengan pemanfaatan tunas batang ubi kayu dalam penelitian ini sebagai tauge
yang punya batas waktu panen jika dibandingkan dengan tauge kacang hijau (waktu
panen antara tiga-lima hari setelah perkecambahan) diduga penurunan rata-rata
nilai kandungan serat T2BUK karena perbedaan masa tunas T2BUK.
Selain itu diduga pula karena kandungan ligninnya (zat kayu) bertambah sejalan
dengan bertambahnya usia panen.
Serat yang berasal dari dinding sel ini
sayuran dalam hal ini T2BUK, secara kimia terdapat dalam jenis
karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa, pektin dan non karbohidrat seperti
lignin. Selulosa yang terdiri dari ±1.000 molekul glukosa, hemiselulosa yang
sebagiannya terbentuk oleh pentosa dan sebagian lagi oleh asam uronat ini awalnya
terpisah-pisah. Kemudian dihubungkan oleh ikatan-ikatan hidrogen dan gaya van
der waal sehingga terbentuklah serat-serat yang menyusun dinding sel.
Bertolak dari hasil penelitian yang ada,
T2BUK merupakan salah satu pangan yang dihasilkan dari sumber daya
pangan lokal yang bergizi. Dikatakan bergizi karena T2BUK merupakan
pangan dengan kandungan gizi yang baik diantaranya energi 437,70kal, protein 36,97gr/100gr BP dan serat
1,75gr/100gr BP. Dengan demikian T2BUK dapat direkomendasikan
sebagai salah satu pangan berbasis B3 (beragam, bergizi dan berimbang). Karena
bila ditinjau dari keragaman pangan, jenis pangan yang dikonsumsi masyarakat
NTT belum beragam. Untuk kelompok pangan padi-padian (beras, jagung dan terigu)
konsumsi tertinggi adalah beras 81,09% (15 Kabupaten/Kota) dan jagung yang
tertinggi satu kabupaten (TTS); kelompok pangan umbi-umbian (ubi kayu, ubi
jalar dan kentang) konsumsi tertinggi adalah ubi kayu (73,04%); kelompok pangan
hewani (daging ruminansia, daging unggas, telur, susu dan ikan) konsumsi
tertinggi adalah ikan (70,90%); kelompok pangan minyak dan lemak (minyak
kelapa, minyak sawit dan lemak) konsumsi tertinggi adalah minyak kelapa
(54,74%); kelompok buah/biji berminyak konsumsi tertinggi kelapa (100%);
kelompok kacang-kacangan (kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau dan kacang
merah) konsumsi bervariasi dan konsumsi tertinggi adalah kacang merah (44,94%);
kelompok pangan gula konsumsi tertinggi aren (65,12%); kelompok pangan sayur
dan buah konsumsi tertinggi sayuran (51,88%). Kondisi ini menjelaskan bahwa
sejauh ini tingkat keragaman konsumsi pangan masyarakat NTT belum sesuai yang
diharapkan dan ditunjukkan dengan skor PPH yang baru mencapai 83,5 (idealnya
100).
PENUTUP
Simpulan
1. Waktu panen memberikan pengaruh yang nyata
(p<0,05; p=0,008) terhadap kandungan energi total T2BUK.
Kandungan energi T2BUK pada usia panen hari ke-10 nyata (p<0,05)
lebih tinggi dibanding dengan kandungan energi pada usia panen hari ketujuh dan
hari ke-13.
2. Waktu panen berpengaruh nyata (p<0,05;
p=0,059) terhadap kandungan protein T2BUK. Kandungan protein T2BUK
pada usia hari ke-13 nyata (p<0,05) lebih tinggi dibanding dengan kandungan
protein pada waktu panen hari ketujuh dan hari ke-10.
3. Waktu panen menunjukkan pengaruh yang
nyata (p<0,05; p=0,003) terhadap kandungan serat T2BUK. Kandungan
serat T2BUK untuk waktu panen hari ketujuh nyata (p<0,05) lebih
tinggi dibandingkan waktu panen hari ke-10 dan hari ke-13.
4. Waktu panen hari ke-10 lebih efektif dan
efisien dalam memberikan kontribusi zat gizi protein, serat dan energi dari
pangan T2BUK.
Saran
T2BUK berdasarkan
penelitian ini dapat direkomendasikan sebagai salah satu pangan yang dihasilkan
dari sumber daya lokal yang berbasis B3 dengan kandungan energinya 437,70kal,
protein 36,97gr/100gr BP dan serat 1,75gr/100gr BP. Dengan demikian masyarakat
diharapkan dapat memanfaatkan potensi sumber daya pangan lokal dan membudayakan
komsumsi aneka produk pangan lokal bermutu, menarik dan memenuhi cita rasa guna
meningkatkan keragaman pangan NTT.
DAFTAR PUSTAKA
Adinurani, Praptiningsih,
Gamawati., Hendroko, Roy., Noerwijati, Kartika., Prihandra, Rama., Setiadi,
Sigit dan Setyaningsih, Dwi. 2007. Bioetanol
Ubikayu: Bahan Bakar Masa Depan. Jakarta: AgroMedia Pustaka.
Astawan, Made. 2003. Mari, Makan Tauge Ramai-Ramai. http://www.kompas.com/
kesehatan /news/0304/23/003738.htm
Balai Pusat Statistik.
2006. Indikator Ekonomi Nusa Tenggara
Timur 2006. Kupang: Balai Pusat Statistik
Baliwati, Yayuk, Farida.,
Dwiriani, C, Meti dan Khomsan, Ali. 2004. Pengantar Ilmu Pangan dan Gizi.
Jakarta: Penebar Swadaya
Dewi, Martania, Angga.,
Hartiaty, Ratih., dan Primasanti, Agita. 2002. Tauge Tunas Batang Ubi Kayu http://www.republika.co.id.
http://www.iptek.net.id.
2007. Ubi Kayu
Rukmana, H., Rahmat. 2006. Ubi Kayu Budidaya dan Pascapanen.
Yogyakarta: Kanisius
Ross, Cleon, W. dan Salisbury, Frank, B. 1995. Fisiologi
Tumbuhan Jilid 2.
Bandung: Penerbit ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar